Minggu, 11 Mei 2014

Betapa mahalnya hidup

Tahukah anda harga Oksigen diRS ?
Rp 25rb/­ltr..
Tahukah anda harga Nitrogen diRS ?
Rp 10rb/­ltr..

Tahukah Anda bahwa dalam sehari manusia mnghirup;
2880 ltr Oksigen, &
11.376 ltr Nitrogen ?

Jika hrs dihargai dgn rupiah, Oksigen & Nitrogen yg kita hirup, akn mncapai Rp.185jt/hari /manusia.

Kalo dikalikan sebulan Rp. 185jt x 30hr = Rp. 5,5M/­org..
Org yg paling KAYA sekalipun tidak akan sanggup melunasi biaya nafas untuk hidupnya, apabila TUHAN mnggunakan Rumus dagang seperti manusia.

Masihkah kita ENGGAN BERSYUKUR ?

Baru nafas saja, kita sudah semestinya membayar Rp.5,5M per bulan, dan itu GRATIS.

Sesungguhnya, Segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia & kepada Dia.

Lanjutkan Kawan اَللّهُ Melihatmu.

Jumat, 09 Mei 2014

Adab meminta izin

Home Adab Meminta Izin 1. Tiga waktu yang kurang tepat untuk minta izin: Sebelum shalat Shubuh, saat Dzuhur, dan setelah Isya’ (Annur: 58). Maka orang yang akan meminta izin hendaklah memilih waktu yang tepat untuk minta izin. 2. Sambil mengucapkan salam, hendaknya orang yang akan minta izin mengetuk pintu rumah orang yang akan dikunjunginya secara pelan. Anas radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya ia telah berkata, “Sesungguhnya pintu-pintu kediaman Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam diketuk (oleh para tamunya) dengan ujung kuku.” (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani). 3. Hendaknya orang yang mengetuk pintu tidak menghadap ke pintu yang diketuk, tetapi sebaiknya menolehkan pandangannya ke kanan atau ke kiri agar pandangan tidak tertuju kepada sesuatu di dalam rumah tersebut yang mana penghuninya tidak ingin ada orang lain melihatnya, karena dianjurkannya minta izin itu sebenarnya dianjurkan untuk menjaga pandangan. 4. Sebelum minta izin hendaknya memberi salam terlebih dahulu. Rib`iy berkata, “Seorang lelaki dari Bani `Amir telah bercerita kepada saya seorang, bahwasanya ia pernah minta izin kepada Nabi n di saat beliau ada di suatu rumah. Orang itu berkata, “Bolehkah saya masuk?” Maka Nabi n berkata kepada pembantunya, “Jumpai-lah orang itu dan ajari dia cara minta izin, dan katakan kepadanya, Ucapkan Assalamu`alaikum, bolehkah saya masuk?”. (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani) 5. Minta izin itu sampai tiga kali, jika sesudah tiga kali tidak ada jawaban, maka hendaknya pulang. Rasulullah radhiallahu ‘anhu bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu minta izin sampai tiga kali, lalu tidak mendapat izin, maka hendaklah ia pulang.” (Muttafaq ’alaih) 6. Apabila orang yang minta izin itu ditanya tentang namanya, maka hendaklah ia menyebutkan nama dan panggilannya, dan jangan mengatakan, “Saya”. Jabir radgiallahu ‘anhu menuturkan, “Aku pernah datang kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan hutang yang ada pada ayah saya. Maka aku ketuk pintu (rumah Nabi). Lalu Nabi berkata, “Siapa itu?” Maka aku jawab, “Saya.” Maka Nabi berkata, “Saya! Saya!” dengan nada tidak suka.” (Muttafaq ’alaih) Hendaklah peminta izin pulang apabila permintaan izinnya ditolak, karena Allah telah berfirman yang artinya: “Dan jika dikatakan kepada kamu “pulang”, maka pulanglah kamu, karena yang demikian itu lebih suci bagi kamu.” (An-Nur: 28). 7. Hendaknya peminta izin tidak memasuki rumah apabila tidak ada orangnya, karena hal tersebut merupakan pelanggaran atas hak orang lain. 8. Menggunakan waktu sebaik-baiknya, mencukupkan dengan pembicaraan dan kepentingan seperlunya 9. Selalu menjaga sopan santun di rumah orang lain. © 2013 - RizzStudio

Adab memberi salam

Home Adab Memberi Salam 1. Ucapan salam adalah, “Assalamu ‘alaikum …”. Makruh memberi salam dengan ucapan, “Alaikumus salam” karena di dalam hadits Jabirradhiallahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan, “Aku pernah menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku berkata, “Alaikas salam ya Rasulallah.” Nabi menjawab, “Jangan kamu mengatakan, “Alaikas salam”. Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan, “Karena sesungguhnya ucapan “alaikas salam” itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati.” (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani). 2. Mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas radhiallahu ‘anhu disebutkan bahwa “Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali.” (HR. Al-Bukhari No.95). 3. Termasuk sunnah adalah orang yang mengendarai kendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki mengucap-kan salam kepada orang yang duduk, orang yang jumlahnya sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang muttafaq‘alaih. 4. Keraskan suara ketika mengucapkan salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya, “Dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum, dan kami sediakan bagian untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Miqdad radhiallahu ‘anhu berkata,” Maka Nabi pun datang di malam hari dan mengucapkan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang terjaga.” (HR. Muslim) 5. Ucapkan salam ketika masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya, karena hadits menyebutkan, “Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah mengucapkan salam. Dan apabila hendak keluar hendaklah mengucapkan salam, dan tidaklah salam yang pertama lebih utama daripada yang ke dua.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani) 6. Berikan salam ketika masuk ke suatu rumah, sekalipun rumah itu kosong, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya, “Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian.” (An-Nur: 61). Dan berdasarkan ucapan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, “Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan, “Keselamatan bagi kalian dan kami dan bagi hamba Alloh yang sholih.” (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan dishahih-kan oleh Al-Albani). 7. Jangan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu yang menyebutkan, “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, orang itu memberi salam, namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Muslim). 8. Berikan salam kepada anak-anak, berdasarkan hadits yang bersumber dari Anas radhiallahu ‘anhu menyebutkan, bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia mengucapkan salam, dan ia mengatakan, “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam .” (Muttafaq ’alaih) 9. Ucapan salam kepada kelompok orang, dapat dijawab oleh seorang atau sebagiannya (HR. Abu Daud no. 5210) Jangan mengucapkan salam kepada Ahli Kitab, sebab Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.....” (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam, maka kita jawab dengan mengucapkan وعليكم “Wa’alaikum” saja, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila Ahli Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah, “Wa’alaikum.” (Muttafaq ’alaih) 10. Berikanlah salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam yang manakah yang paling baik?” Jawab Nabi, “Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal.” (Muttafaq ’alaih). 11. Jawablah salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamlalu berkata, “Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu.” Maka Nabishallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “`Alaika wa `ala abikas salam.” 12. Jangan memberi salam dengan isyarat kecuali karena uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya cara penyampaian mereka memakai isyarat dengan tangan.” (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani). 13. Disunnahkan atas setiap orang untuk berjabatan tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). 14. Dianjurkan untuk tidak melepas tangan terlebih dahulu di saat berjabatan tangan sebelum orang yang diajak berjabat tangan itu melepasnya. Sahabat Anas radhiallahu ‘anhu menyebutkan, “Apabila diterima oleh seseorang untuk berjabat tangan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani) 15. Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas radhiallahu ‘anhu menyebutkan, “Ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya?” Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak”. Orang itu bertanya, “Apakah ia merangkul dan menciumnya?” Jawab Nabi, “Tidak.” Orang itu bertanya, “Apakah ia berjabat tangan dengannya?” Jawab Nabi, “Ya, jika ia mau.” (HR. At-Tirmidzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani). 16. Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Ketika diajak jabat tangan oleh kaum wanita di saat baiat, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan kaum wanita.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasai, dan dishahihkan oleh Al-Albani). 17. Diizinkan berdiri menyambut kedatangan orang yang dicintai, seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh bani Quraidhah di sisi beliau agar berdiri menyambut pemimpin kaumnya, Sa’ad bin Muadz radhiallahu ‘anhu (HR. Al-Bukhari no. 6262, Muslim no. 1768, Ahmad no. 25610. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berdiri menyambut putri beliau Fathimah x dan begitu pula sebaliknya (HR. Abu Daud no. 5217, At-Tirmidzi no. 3872) © 2013 - RizzStudio

Adab di jalanan

Home Adab di Jalanan 1. Berjalanlah dengan tenang, tidak cepat maupun lambat. Berjalanlah dengan sikap wajar dan tawadhu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau memalingkan wajah dari orang lain karena takabbur. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman: 18) 2. Pelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Katakanlah kepada laki-laki beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan-nya, dan memelihara kemaluannya....” (An-Nur: 30-31) 3. Jangan mengganggu, membuang kotoran atau sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka berteduh. 4. Singkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang menyebabkan anda bisa masuk surga. Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shollallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu orang itu menyingkirkannya. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya...” Di dalam suatu riwayat disebutkan, “Maka Allah memasukkannya ke Surga.” (Muttafaq ’alaih) 5. Jawablah salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya wajib, karena Rasulullah Shollallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Ada lima perkara wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya…” dan di antaranya, “Menjawab salam.” (Muttafaq ‘alaih). 6. Ber’amar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya. 7. Tunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), berikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan tegurlah orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya. Di dalam hadits disebutkan “Setiap persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah...” dan disebutkan di antaranya, “Berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah....” (Muttafaq ‘alaih). 8. Wanita hendaklah berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi Shollallahu ‘alahi wa sallam pernah melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda kepada wanita: “Menepilah kalian, kalian tidak layak memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri tepi jalan.” (HR. Abu Dawud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Jangan ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu termasuk tolong-menolong di dalam kebajikan. Aturlah posisi dan jarak, jangan membikin macet jalanan, taati rambu-rambu lalu lintas. 9. Parkirlah kendaraan pada tempatnya dan kuncilah, jika meninggalkannya. © 2013 - RizzStudio

Adab berpakaian dan perhiasan

Home Adab Berpakaian dan Perhiasan 1. Pakailah pakaiaan yang suci, jangan memakai pakaian yang najis. (Al-Mudatsir: 4) Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya ketika beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek, “Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas nikmat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). 2. Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihat-kan apa yang ada di baliknya. 3. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya, berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Abbasz, ia menuturkan: “Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari). Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya. 4. Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.” (HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). 5. Jangan gunakan pakaian bergambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah d menyatakan bahwasanya ia berkata, “Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya kecuali beliau menghapusnya.” (HR. Al-Bukhari dan Ahmad). 6. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa, karena hadits yang bersumber dari AliShollallahu ‘alaihi wa sallammengatakan “bahwa Nabi Allah Shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dari umatku.” (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani) 7. Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki, karena Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam Neraka.” (HR. Al-Bukhari) Namun pakaian perempuan, harus menutup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya atau lebih. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan, “Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong.” (Muttafaq ’alaih) 8. Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan ketika berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallahu ‘anha di dalam haditsnya berkata, “Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci.” (Muttafaq ’alaih) Jika mengenakan pakaian baru bacalah, “Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku.” (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani). 9. Pakailah pakaian berwarna putih (ini yang terbaik), ka-rena sebuah hadits mengatakan, “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu...” (HR. Ahmad dan dinilai shahih oleh Al-Albani) 10. Gunakan parfum, kecuali bila dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih. 11. Haram hukumnya memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan, “Allah melaknat (mengutuk) wanita pema-sang tato dan yang minta ditato, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah.” Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan, “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya.” (Muttafaq ’alaih). 12. Pakailah sandal atau sepatu sepasang, jangan sebelah. © 2013 - RizzStudio

Adab membuang hajat

Home Adab Membuang Hajat 1. Jangan menunda-nunda, segeralah membuang hajat. Apabila seseorang merasa akan buang air, maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmaninya. 2. Menjauhlah dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). Berdasarkan hadits yang bersumber dari Al-Mughirah bin Syu`bah radhiallahu ‘anhu disebutkan, “Bahwasanya NabiShollallahu ‘alahi wa sallamapabila pergi untuk buang air (hajat), maka beliau menjauh.” (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani). 3. Hindarilah tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adradhiallahu ‘anhu bin Jabalradhiallahu ‘anhu yang menyatakan demikian. 4. Jangan mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anasradhiallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Biasanya apabila NabiShollallahu ‘alahi wa sallamhendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah.” (HR. Abu Daud dan At-Turmudradhiallahu ‘anhui, dinilai shahih oleh Al-Albani). 5. Jangan membawa sesuatu yang berisi ungkapan Allah Subhanahu wa ta’ala kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang semacamnya) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, tempat syetan berkumpul. Hal ini demi memelihara nama Allah Subhanahu wa ta’ala dari penghinaan dan tindakan meremehkannya. 6. Jangan menghadap atau membelakangi kiblat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Ayyub Al-Anshariradhiallahu ‘anhu, ia menyebutkan bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alahi wa sallamtelah bersabda, “Apabila kamu sampai di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar.” (Muttafaq’alaih). Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya penutup/ penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat namun membelakangi kiblat lebih baik daripada menghadapnya. 7. Jangan kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya RasulullahShollallahu ‘alahi wa sallambersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ.” (Muttafaq ’alaih) 8. Jangan mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abu Qatadahradhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alahi wa sallambersabda, “Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian memegang dradhiallahu ‘anhuakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat kencing dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya.” (Muttafaq ’alaih) 9. Kencinglah sambil duduk (jongkok), tetapi boleh juga sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah d yang berkata, “Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa RasulullahShollallahu ‘alahi wa sallamkencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab RasulullahShollallahu ‘alahi wa sallamtidak pernah kencing kecuali sambil duduk.” (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudradhiallahu ‘anhuaifahradhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah bersama NabiShollallahu ‘alahi wa sallam(di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum, beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh darinya. Beliaupun bersabda, “Mendekatlah ke mari.” Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua terompahnya.” (Muttafaq ‘alaih). 10. Jangan berbicara ketika buang hajat kecuali darurat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, “Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan RasulullahShollallahu ‘alahi wa sallamsedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Muslim). 11. Jangan bersuci (istijmar) dengan menggunakan tulang atau kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ia berkata, “Kami dilarang oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa salla beristinja’ (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja’ dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim). 12. NabiShollallahu ‘alahi wa sallamjuga bersabda, “Barangsiapa yang bersuci meng-gunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan.” 13. Masuklah ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dradhiallahu ‘anhuikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata, “Adalah RasulullahShollallahu ‘alahi wa sallamapabila masuk ke WC mengucapkan : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu daripada syetan jantan dan syetan betina.” Dan apabila keluar mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : (ampunan-Mu ya Allah). 14. Cuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Diriwayatkan bahwasanya “NabiShollallahu ‘alahi wa sallammenunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang ada di dalam bejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu) © 2013 - RizzStudio

Adab tidur

Home Adab Tidur dan Bangun 1. Muhasabah; Hendaklah menghitung-hitung sesaat sebelum tidur, mengoreksi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Ini sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya itu baik, maka hendaknya memuji Allah Subhanahu wa ta’ala, jangan memuji diri sendiri, dan jika sebaliknya, maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya. 2. Tidurlah seawal mungkin, jangan larut malam, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah radhiallahu ‘anha “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur pada awal malam dan bangun pada penghujung malam, lalu beliau melakukan shalat.” (Muttafaq `alaih) 3. Berwudhulah sebelum tidur dan berbaring miring ke sebelah kanan. Sahabat Rosulullah, Al-Bara’ bin `Azibz menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu akan tidur, maka berwudhu’lah sebagaimana wudhu’ untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan...” Dan tidak mengapa berbalik ke sebelah kiri nantinya. 4. Kibaskan sprei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairahz bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang dari kalian akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kain tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya...” Di dalam satu riwayat dikatakan, “Tiga kali.” (Muttafaq `alaih) 5. Berbaringlah dengan miring kanan. Jangan tidur tengkurap. Abu Dzarz menuturkan, “Nabi n pernah lewat di dekatku, di saat itu aku sedang tengkurap, maka Nabi membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda, ”Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (teng-kurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka.” (HR. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani) 6. Jangan tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya.” (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dinilai shahih oleh Al-Albani). 7. Tutuplah pintu, jendela, dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir radhiallahu ‘anha diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Padamkanlah lampu di malam hari apabila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman.” (Muttafaq ’alaih) 8. Baca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut. 9. Baca do’a-do’a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti : “Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-Mu.” Dibaca tiga kali. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al-Albani) Dan ucapkan, “Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.” (HR. Al-Bukhari) 10. Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo’a dengan do’a berikut ini : “Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al-Albani) 11. Bila bermimpi baik, maka bergembiralah dan ceritakan hanya kepada orang yang senang kepadamu. Bila mimpi buruk, maka meludahlah ke kiri tiga kali, baca ta’awudz jangan diceritakan kepada orang lain, dan pindahlah posisi tidur, atau bangunlah dan shalatlah. 12. Ketika bangun tidur hendaknya ucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan.” (HR. Al-Bukhari). Atau dengan ayat penutup Ali Imran, kemudian shalat (HR. Al-Bukhari 103, Muslim 763, Ahmad 2165, An-Nasai 1620, Abu Dawud 58) © 2013 - RizzStudio

Kamis, 08 Mei 2014

Anak kecil yang menemukan jati diri

Bocah Ajaib Asli Amerika Tulen (kisah nyata)BismillahirrohmanirrohiimRasulullah saw bersabda: ”Setiap bayi yang dilahirkan itu dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas.Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca danmenulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun.Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan.Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskanuntuk mengganti namanya yaitu Muhammad ’Abdullah, dengan tujuan agarmendapatkan keberkahan Rasulullah saw yang dia cintai sejak masih kecil.Ini sebuah bukti nyata bahwa Allahlah yang berkuasa mengetuk pintu hati setiaphambanya.Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu,”Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran ?”Wartawan itu berkata: ”Tidak”. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya.Bocah itu kembali berkata , ”Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian?”. Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. ”Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji ? Apakah engkau telah menunaikan ’umrah ? Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram? Apakah pakaian ihram tersebut mahal ? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di ArabSaudi saja ? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami ?”Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, ataugurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelumdia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, ”Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidak tahuanku tentang waktu-waktu sholat.”Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada Islam ? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja ?”Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, ”Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku”.Wartawan bertanya kembali, ”Apakah engkau telah puasa Ramadhan ?”Muhammad tersenyum sambil menjawab,”Ya, aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari-hari pertama”. Kemudian dia meneruskan : ”Ayahku telah menakutiku bahwa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut”.”Apakah cita-citamu ?” tanya wartawanDengan cepat Muhammad menjawab,”Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad”.”Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut ?” tanya wartawan lagi.Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata :”Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah semacam khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain”.Tampaklah senyuman di wajah Muhammad ’Abdullah, dia melihat ibunya membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang thawaf di sekitar Ka’bah, dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.Kemudian Muhammad meneruskan,”Sesungguhnya aku berusaha mengumpulkan sisa dari uang sakuku setiap minggunya agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari. Aku telah mendengar bahwa perjalanan kesana membutuhkan biaya 4 ribu dollar, dan sekarang aku mempunyai 300 dollar.”Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, ”Aku sama sekali tidak keberatan dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini.””Apakah cita-citamu yang lain ?” tanya wartawan.“Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin. Ini adalah bumimereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka.” jawab MuhammadIbunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini.Muhammad berkata, ”Ibu, engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina.””Apakah engkau mempunyai cita-cita lain?” tanya wartawan lagi.Muhammad menjawab, “Cita-citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab, dan menghafal Al Quran.”“Apakah engkau berkeinginan belajar di negeri Islam ?” tanya wartawanMaka dia menjawab dengan meyakinkan :“Tentu””Apakah engkau mendapati kesulitan dalam masalah makanan ? Bagaimana engkau menghindari daging babi ?”Muhammad menjawab, ”Babi adalah hewan yang sangat kotor dan menjijikkan.Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya. Keluargaku mengetahui bahwa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkankepada mereka bahwa aku tidak memakandaging babi.””Apakah engkau sholat di sekolahan ?””Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari” jawab MuhammadKemudian datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan,”Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan ?”Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan.Semoga Bermanfa'at❀ Jazzakumullahu khayran wa Barakallahufiikum. ❀
Di ambil dari sebuah situs

Minggu, 16 Februari 2014

Kisah empat nabi yang masih hidup

Kisah Empat Nabi Yang Masih Hidup Sampai Sekarang Berikut kisah tentang empat nabi yang masih hidup sampai sekarang : Kisah Nabi Isa Alaihissalam Al-Qur’an menerangkan dalam surat AnNisaa’:157 bahwa Nabi Isa AS tidaklah dibunuh maupun disalib oleh orang-orang Kafir. Adapun yang mereka salib adalah orang yang bentuk dan rupanya diserupakan oleh Allah SWT seperti Nabi Isa AS (sebagian ulama berpendapat orang yang diserupakan adalah muridnya yang berkhianat yang bernama Yudas Iskariot) dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh AlMasih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (An Nisaa’ : 157) Nabi Isa AS diselamatkan oleh Allah SWT dengan jalan diangkat ke langit dan ditempatkan disuatu tempat yang hanya Allah SWT yang tahu tentang hal ini. AlQur’an menjelaskan tentang peristiwa penyelamatan ini. ”Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (An Nisaa’ :158) (Khotib). Kisah Nabi Khidir Alaihissalam Pada saat Raja Iskandar Dzul Qarnain pada tahun 322 S. M. berjalan di atas bumi menuju ke tepi bumi, Allah SWT mewakilkan seorang malaikat yang bernama Rofa’il untuk mendampingi Raja Iskandar Dzul Qarnain. Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang, Raja Iskandar Dzul Qarnain berkata kepada malaikat Rofa’il: “Wahai malaikat Rofa’il ceritakan kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit ”, malaikat Rofa’il berkata, “Ibadah para mailaikat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya ”. Kemudian raja berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku hidup bertahun-tahun dalam beribadah kepada Allah ”. Lalu malaikat Rofa’il berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air bumi, namanya ‘Ainul Hayat’ yang berarti, sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau sehingga ia mohon kepada Allah agar supaya dimatikan ”. Kemudianya raja bertanya kepada malaikat Rofa’il, “Apakah kau tahu tempat “Ainun Hayat itu?”. mailaikat Rofa’il menjawab, “Bahwa sesungguhnya Ainun Hayat itu berada di bumi yang gelap ”. Setelah raja mendengar keterangan dari malaikat Rofa’il tentang Ainul hayat, maka raja segera mengumpulkan ‘Alim Ulama’ pada zaman itu, dan raja bertanya kepada mereka tentang Ainul Hayat itu, tetapi mereka menjawab, “Kita tidak tahu khabarnya, namun seoarng yang alim di antara mereka menjawab, “ Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat nabi Adam AS, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul Hayat di bumi yang gelap ”. “Di manakah tempat bumi gelap itu?” tanya raja. Seorang yang alim menjawab, “Di tempat keluarnya matahari”. Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja bertanya kepada sahabatnya. “Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap ?”. Para sahabat menjawab, “Kuda betina yang perawan”. Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang perawan-perawan, lalu raja memilih-milih di antara tentaranya, sebanyak 6000 orang dipilih yang cendikiawan dan yang ahli mencambuk. Di antara mereka adalah Nabi Khidir AS, bahkan beliau menjabat sebagai Perdana Menteri. Kemudian berjalanlah mereka dan Nabi Khidir AS berjalan di depan pasukannya dan mereka jumpai dalam perjalanan, bahwa tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat. Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai ditepi bumi yang gelap itu, ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam. Kemudian seorang yang sangat cendikiawan mencegah Raja masuk ke tempat gelap itu dan tentara-tentaranya, berkata ia kepada raja. ”Wahai Raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini karena tempat yang gelap ini berbahaya. ” Lalu Raja berkata: ” Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak.” Kemudian ketika Raja hendak masuk, maka meraka semua membiarkannya. Kemudian Raja berkata kepada pasukannya: ”Diamlah, tunggulah kalian ditempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang pada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan menunggu kalian termasuk baik, dan jika aku tidak datang sampai 12 tahun, maka pulanglah kembali ke negeri kalian”. Kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: ” Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita ?”. “Tidak bisa kelihatan”,jawab malaikat Rofa’il,” akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara, jika merjan itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan- kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian.” Kemudian Raja Iskandar Dzul Qurnain masuk ke tempat yang gelap itu bersama sekelompok pasukannya, mereka berjalan di tempat yang gelap itu selama 18 hari tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam dan siang, tidak pernah melihat burung dan binatang liar, sedangkan raja berjalan dengan didampingi oleh Nabi Khidlir AS. Di saat mereka berjalan, maka Allah SWT memberi wahyu keapda Nabi Khidlir AS, ”Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu ”. Setelah Nabi Khidlir menerima wahyu tersebut, kemudian beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: “ Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian. ” Kemudian beliau berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah oleh beliau sebuah Ainul Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidlir AS turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan turun ke “Ainul Hayat” (sumber air kehidupan) tersebut, dan beliau terus mandi dan minum sumber air kehidupan tersebut, maka dirasakan oleh beliau airnya lebih manis daripada madu. Setelah beliau mandi dan minum Ainul hayat tersebut, kemudian beliau keluar dari tempat Ainul Hayat itu terus menemui Raja Iskandar Dzulkarnain, sedangkan raja tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Nabi Khidlir AS, tentang melihat Ainul Hayat dan mandi. (Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahab bin Munabbah), dia berkata, bahwa Nabi Khidlir AS adalah anak dari bibi Raja Iskandar Dzul Qarnain. Dan raja Iskandar Dzulkarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama 40 hari, tiba-tiba tampak oleh Raja sinar seperti kilat, maka terlihat oleh Raja, bumi yang berpasir merah dan terdengar oleh raja suara gemercik di bawah kaki kuda, kemudian Raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: “Gemercik ini adalah suara benda apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga. ” Kemudian di antara pasukan ada yang membawanya namun sedikit, setelah mereka keluar dari tempat yang gelap itu, ternyata bahwa benda tersebut adalah yakut yang berwarna merah dan jambrut yang berwarna hijau, maka menyesallah pasukan yang mengambil itu karena mengambilnya hanya sedikit, demikianlah pula pasukan yang tidak mengambilnya, bahkan lebih menyesal. Diriwayatkan oleh Ats-tsa’Labi dari: Iman Ali Rodliayllohu ‘ anhu. 1. Cerita ini dikutib dari kitab “ Baidai’iz karangan Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas halaman 166 – 168. Penerbit: Usaha Keluarga s Semarang. 2. Cerita dari Kitab Nuzhatul Majalis Karangan Syeikh Abdul Rohman Ash-Shafuri. Penerbit Darul Fikri Bairut Halaman 257 – 258. (Salafy Tobat). Kisah Nabi Idris Alaihissalam Lalu keduanya menerusakan perjalanan sampai empat hari lamanya dan selama itu pula Nabi Idris AS menemukan keanehan yang ada pada Malaikat itu dan Nabi Idris AS bertanya: ”Hai tuan, kamu ini sebenarnya siapa?”, Malaikat itu menjawab: ”Saya adalah malaikat pencabut nyawa”. Nabi Idris AS bertanya:” Apakah kamu akan mencabut nyawa manusia?”, Malaikat menjawab:”Ya”, Nabi Idris AS bertanya: ”Apakah kamu juga mencabut nyawa selama dalam perjalanan bersama saya?”, Malaikat menjawab: ”Ya, saya telah mencabut beberapa nyawa manusia dan sesungguhnya nyawa manusia itu adalah bagaikan hidangan makanan, sebagai mana kamu menghadapi sesuap makanan saja”. Nabi Idris AS berkata: ”Dan apakah kamu datang ini untuk mencabut nyawa saya atau sekedar berkunjung?”, Malaikat menjawab: ”Saya datang hanya untuk berkunjung”, Nabi Idris AS berkata: ”kalau begitu saya punya hajat kepadamu”, Malaikat menjawab: ”Hajat apa, hai Nabi Idris?” Nabi Idris AS berkata: ”Saya ingin agar kamu mencabut nyawa saya, lalu memohonlah kepada Allah untuk menghidupkan saya sehingga saya bisa beribadah kepada Allah sesudah merasakan sakitnya mati”. Malaikat menjawab: ”Sungguh saya tidak bisa mencabut nyawa seseorang tanpa seijin Allah”. Lalu Allah SWT berfirman kepada Malaikat: ”Cabutlah nyawa Idris!”. Kemudian malaikat itu mencabut nyawa Nabi Idris AS dan matilah Nabi Idris AS lalu Malaikat menangis sambil merendahkan diri untuk memohon kepada Allah SWT agar menghidupkan Nabi Idris AS kembali, kemudian Allah menghidupkan Nabi Idris AS, lalu malaikat bertanya: ”Hai Nabi Idris bagaimana rasanya mati itu?”. Nabi Idris AS berkata:”Sungguh rasanya mati itu bagaikan binatang yang dikuliti dalam keadaan masih hidup, sedang rasa mati itu melebihi 100X lipat rasa sakit binatang yang dikuliti dalam keadaan masih hidup”. Malaikat menjawab:”Hai Nabi Idris, padahal saya mencabut nyawamu itu dengan cara hati-hati dan sangat halus dan ini belum pernah saya lakukan kepada siapapun”. Nabi Idris AS berkata: ”Saya mempunyai hajat yang lain kepadamu, yaitu ingin melihat neraka jahannam, agar saat melihat itu saya lebih banyak beribadah kepada Allah”. Malaikat menjawab: ”Sungguh saya tidak bisa masuk neraka jahannam tanpa ada izin dari Allah”, lalu Allah SWT berfirman kepada Malaikat: ”Pergilah kamu bersama Nabi Idris ke neraka jahannam”. Kemudian malaikat bersama Nabi Idris AS pergi ke neraka jahannam, maka Nabi Idris AS dapat melihat segala yang dipersiapkan untuk menyiksa di neraka jahannam, lalu keduanya kembali dari neraka jahannam. Nabi Idris AS berkata: ”Saya punya hajat lagi kepada kamu, agar kamu mengajakku pergi ke syurga,dan setelah itu saya akan menjadi hamba yang lebih taat dalam beragama”. Malaikat berkata: ”Saya tidak bisa masuk syurga tanpa ada ijin dari Allah”. Lalu Allah AS berfirman: ”Hai Malaikat pergilah kamu bersama Idris ke syurga”. Dan keduanya pergi ke syurga dan berhanti di depan pintu syurga, maka Nabi Idris AS dapat melihat segala kenikmatan yang ada dalam syurga, melihat kerajaan yang banyak, melihat anugerah yang banyak dan melihat pepohonan dan buah-buahan yang beraneka macam ragamnya. Nabi Idris berkata: ”Wahai Malaikat, saya telah merasakan mati, telah melihat segala macam siksaan dalam neraka, lalu mohonlah kepada Allah, agar ia memberi izin saya masuk ke syurga, sehingga saya dapat minum air syurga dan sakit saya menjadi hilang serta terhindar dari neraka jahannam”. Lalu Allah Berfirman kepada malaikat: ”Masuklah kamu ke syurga bersama Idris”, kemudian keduanya masuk syurga dan Nabi Idris AS meletakan sandalnya di bawah salah satu pohon di syurga, dan setelah keluar dari syurga.Nabi Idris berkata kepada Malaikat: ”Sungguh sandal saya tertinggal di syurga, maka kembalikan saya ke syurga”, dan setelah Nabi Idris AS tiba di syurga, Nabi Idris AS tidak mau di ajak keluar, ia ingin tetap tinggal dalam syurga, hingga Malaikat berteriak:”Hai Nabi Idris, keluarlah”, dan Nabi Idris AS tetap tidak mau keluar, dan berkata: ” Karena Allah telah berfirman”: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…”(Q.Surat Ali’imran ayat 185), Sedang saya telah merasakan mati. Dan Allah Berfirman: “Dan tidak seorangpun darimu, melainkan mendatangi neraka itu….” (Q.Surat Maryam ayat 71). Dan sungguh saya telah memasuki neraka jahannam, dan Allah juga berfirman: “…….. dan sekali-kali mereka tidak akan di keluarkan dari padanya (syurga)”. (Q.Surat AL Hijr ayat 48)”. Malaikat berkata: ”Lantas siapa yang akan mengeluarkan mu?”. Lalu Allah berfirman kapada Malaikat: ”Tinggalkanlah Nabi Idris di syurga, sungguh Aku telah menetapkannya, bahwa ia termasuk ahli syurga”, kemudian Malaikat itu meninggalkan Nabi Idris AS di syurga dan tetaplah Nabi Idris AS berada dalam syurga untuk selama-lamanya. (Blog Anak Indonesia Timur). Kisah Nabi Ilyas Alaihissalam Ketika sedang beristirahat datanglah Malaikat kepada Nabi Ilyas AS, Malaikat itu datang untuk menjemput ruhnya. Mendengar berita itu, Nabi Ilyas AS menjadi sedih dan menangis. “ Mengapa engkau bersedih?” tanya Malaikat maut. “ Tidak tahulah.” Jawab Nabi Ilyas AS. “Apakah engkau bersedih karena akan meninggalkan dunia dan takut menghadapi maut ?” tanya Malaikat. “Tidak. Tiada sesuatu yang aku sesali kecuali karena aku menyesal tidak boleh lagi berzikir kepada Allah, sementara yang masih hidup boleh terus berzikir memuji Allah, ” jawab Nabi Ilyas AS. Saat itu Allah SWT lantas menurunkan wahyu kepada Malaikat agar menunda pencabutan nyawa itu dan memberi kesempatan kepada Nabi Ilyas AS berzikir sesuai dengan permintaannya. Nabi Ilyas AS ingin terus hidup semata-mata karena ingin berzikir kepada Allah SWT. Maka berzikirlah Nabi Ilyas AS sepanjang hidupnya. “ Biarlah dia hidup di taman untuk berbisik dan mengadu serta berzikir kepada-Ku sampai akhir nanti. ” Firman Allah SWT.

Minggu, 02 Februari 2014

Keutamaan surat Al-Fatihah

Keutamaan Surat Al-Fatihah Pertama: Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu) Dalam sabda yang lain beliau mengatakan yang artinya, “Barangsiapa yang shalat tidak membaca Ummul Qur’an (surat Al Fatihah) maka shalatnya pincang (khidaaj).” (HR. Muslim) Makna dari khidaaj adalah kurang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut, “Tidak lengkap”. Berdasarkan hadits ini dan hadits sebelumnya para imam seperti imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya, serta mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum membaca Al Fatihah di dalam shalat adalah wajib, tidak sah shalat tanpanya. Kedua: Al Fatihah Adalah Surat Paling Agung Dalam Al Quran Dari Abu Sa’id Rafi’ Ibnul Mu’alla radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti?” Maka beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, “Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran?” Maka beliau bersabda, “(surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang dikaruniakan kepadaku.” (HR. Bukhari, dinukil dari Riyadhush Shalihin cet. Darus Salam, hal. 270)

Sabtu, 01 Februari 2014

Sedekah

Tentang Sedekah Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara spontan dan sukarela). Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya: ''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS An Nisaa [4]: 114). Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya. Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah, berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Di samping sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang bakal menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada kalanya juga hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga. Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah at-tatawwu' berbeda dengan zakat. Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan kepada umum. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi SAW dari sahabat Abu Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah SWT yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut. Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada orang yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan. Mengenai kriteria barang yang lebih utama disedekahkan, para fuqaha berpendapat, barang yang akan disedekahkan sebaiknya barang yang berkualitas baik dan disukai oleh pemiliknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya; ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai...'' (QS Ali Imran [3]: 92). Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah ia berikan atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya yang berarti: ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah [2]: 264).

Menggunakan siwak

Sunnah Menggunakan Siwak SIWAK •Arti siwak secara bahasa : menggosok. Secara syari’at : menggosok gigi dan sekitarnya dengan sesuatu yang kasar. Maknanya, mengosok gigi dan sekitarnya dengan suatu yang kasar yang mana bisa mengangkat kotoran yang ada di giginya. •Keutamaan siwak, sebagaimana dijelaskan oleh baginda Rasulallah SAW : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (( لَوْلَا اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِا السِوَاكِ عِنْدَ كٌلِّ صَلَاة )) وفي رواية (( مَعَ كُلِّ وٌضُوء )). رواية البخاري و مسلم. Bersabda Rasulallah SAW : “ Kalau tidak memberatkan pada umatku maka aku akan perintahkan mereka untuk memakai siwak setiap kali akan melaksanakan sholat ”[riwayat Al Bukhory dan Muslim], didalam riwayat lain “ Setiap kali akan berwudhu’ “ قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((السِوَاك مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ, مَرْضَاةٌ للرَّبِّ, ومَجْلَاةُ للبَصَرِ)) وفي رواية ((مبغض للشيطان)) رواية البخاري. Bersabda Rasulallah SAW : “ Siwak itu adalah pembersih mulut, dan di siwak itu ada keridho’an ALLAH SWT, dan dapat menerangkan penglihatan ” [riwayat Al Bukhory],didalam riwayat lain “ dan di siwak itu ada kebencian syaithan ”. قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((رَكْعَتَانِ بِسِوَاكِ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاك)) رواية ابو نعيم و الدارقطني. Bersabda Rasulallah SAW : “ Sholat dua raka’at menggunakan siwak lebih baik daripada sholat tujuh puluh raka’at tanpa memakai siwak “ [riwayat Daarul Quthni]. قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((فَضْلُ الصَلَاةِ بالسِوَاكِ عَلَى الصَلَاةِ بِغَيرِ سِوَاكِ سَبْعِينَ ضِعْفًا)) رواية أحمد و اين خزيمة و الحاكم. Bersabda Rasulallah SAW : “ Keutamaan sholat memakai siwak atas sholat yang tidak memakai siwak, tujuh puluh kali lipatnya “ [riwayat Ahmad , dan Ibn Khuzaimah, dan Al Hakim]. •Faedah-faedah memakai siwak : Para Ulama menjelaskan tentang faedah memakai siwak hampir sampai 70 keutamaan yang didapatinya, diantaranya : 1.Menjadikan fasih dalam membaca dan berbicara. 2.Menguatkan akal ingatan dan hafalan, menambah kecerdasan akal. 3.Menerangkan mata. 4.Mempermudah dan meringankan rasa sakit ketika proses sakaratul maut. 5.Memperlambat penuaan, memperlambat tumbuhnya uban. 6.Melipat gandakan pahala. 7.Mewangikan baunya mulut. 8.Menghilangkan kuning di gigi. 9.Membersihkan tenggorokan. 10.Didalamnya terdapat keridhoan ALLAH SWT. 11.Memutihkan gigi. 12.Mewariskan kekayaan dan kemudahan dalam segala urusan. 13.Menghilangkan rasa sakit di kepala dan keringat kepala. 14.Membersihkan hati. 15.Menyehatkan pencernaan makanan dan menguatkannya. 16.Menguatkan gusi. 17.Menghilangkan lendir. 18.Mengobati penyakit punggung. 19.Mengenyangkan rasa lapar. 20.Menguatkan badan. 21.Meluaskan rizqi. 22.Mensucikan dan menjaga harta dan anak. 23.Menguatkan lidah. 24.Memperbanyak kebaikan. 25.Menjauhkan dari syaithan. 26.Mencahayakan wajah dan memutihkannya. 27.Menyenangkan mayyit dalam kuburnya. 28.Menjadikan akan menerima kitab dengan tangan kanannnya. 29.Yang utama juga menjadikannya dapat menyebutkan dua kalimat syahadat ketika naza’ 30.Masuk kedalam syurganya ALLAH SWT. •Hukum memakai siwak : 1.Wajib : Jika siwak itu dibutuhkan untuk menghilangkan najis dimulut, atau menghilangkan bau yang sangat buruk untuk yang menghadiri sholat jum’at, dan wajib pula apabila di nadzarkan memakainya. 2.Sunnah : Itulah asli hukum memakai siwak, den lebih di ta’akad (pentingkan lagi) sunnah kita memakai siwak ketika ingin berwudhu’, sholat, dan ingin membaca Al Qur’an , ingin masuk ke rumah, ingin tidur, bangun tidur dan apabila ada yang kotor di mulut kita. 3.Makruh : Bagi orang yang berpuasa yang memakainya setelah matahari berada di atas kepala ( waqtu zawal ) akan tetapi Imam Nawawi memilih tidak ada kemakruhannya. 4.Lebih baik ditinggalkan : memakai siwak milik orang lain dengan ridhonya, kecuali untuk mengambil keberkahannya maka disitu di sunnahkan. 5.Haram : Kalau memakai siwak orang lain tidak dengan izinnya dan tanpa diketahui keridhoannya. • Alat untuk bersiwak yang paling utama : 1.Paling utama memakai kayu arak (batang pohon siwak), 2.Kemudian akarnya pohon siwak (yang biasa kita pakai), 3.Kemudian kayu zaitun, 4.Kemudian jenis kayu yang memliki wangi. -Dan sebagian orang-orang sholeh menganjurkan apabila kita tidak memiliki kayu siwak maka kita pakai ujung baju untuk bersiwak agar timbul dalam diri kita untuk mementingkan kemuliaan siwak dan sunnah Rasulallah SAW. -Dijelaskan bahwa : Panjang kayu siwak disunnahkan adalah sejengkal dan yang paling pendek berukuran tidak kurang dari 4jari selain ibu jari, atau 12Cm (menurut pendapat lain), besar kayu siwak yang ideal adalah tidak lebih besar dari ibu jari (jempol) dan tidak lebih kecil dari jari kelingking, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembut. • Tertib memakai kayu siwak yang baik : 1.Memakai kayu siwak yang dibasahi dengan air bersih terlebih dahulu. 2.Memakai kayu siwak yang dibasahi air mawar. 3.Memakai kayu siwak yang dibasahi air ludahnya. 4.Memakai kayu siwak yang lembap. 5.Memakai kayu siwak yang kering. • Kapan disunahkan memakai siwak ..? Dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan siwak sama sekali didalam bergerak dan diamnya sampai dimana dari banyaknya beliau memakai siwak. قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (( إنّي لأسْتَاك حَتَّى خَشيتُ أن احْفي مقادم فمي))زرواية النسائي. Bersabda Rasulallah SAW : “ Aku selalu memakai siwak sampai sampai aku takut menipisnya bagian depan mulutku “ [riwayat An Nasa’i]. Contoh yang diantaranya disebutkan : 1.Didalam setiap ingin melaksanakan sholat. 2.Ketika ingin sujud syukur. 3.Ketika ingin thawaf. 4.Ketika ingin membaca al Qur’an. 5.Ketika ingin membaca Hadits. 6.Ketika ingin berdzikir kepada ALLAH SWT. 7.Ketika ingin membersihkan mulut. 8.Ketika sebelum makan. 9.Ketika sesudah makan. 10.Ketika sebelum tidur. 11.Ketika bangun dari tidur. 12.Ketika sebelum masuk kedalam masjid. 13.Ketika banyak berdiam. 14.Ketika dalam keadaan sakaratul maut. 15.Di waktu Sahar (sepertiga malam akhir) 16.Ketika ingin membaca kitab Ilmu Syari’at. 17.Ketika ingin pergi jum’atan. 18.Ketika berkumpul disuatu perkumpulan/majlis. 19.Ketika ingin berkhutbah atau ceramah. 20.Ketika wudhu dan juga tayamum. 21.Ketika ingin mandi. 22.Ketika memakan sesuatu yang ada baunya (seperti bawang). • Cara memegang kayu siwak : Menjadikan jari kelingking tangan kanannya dibawah kayu siwak, dan jari manis, tengah, telunjuknya di atas kayu siwak, dan jari jempolnya dibawah kayu siwak dekat dengan kepala siwaknya. • Dan ketika memakai Siwak di anjurkan membaca Do’anya : اللَّهُمَّ بَيّضْ بِهِ أَسْنَانِي, و َشُدَّ بِهِ لِثَاتِي, وَثَبِتْ بِهِ لَهَا تِي, و أفْصِحْ بِهِ لِسَانِي, وَبَارِك لِي فِيهِ, وَ أثِبْنِي عَلَيْه,يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِين. • Cara memakainya : Di gigi = melebar. Di lidah = memanjang. -Cara bersiwak secara ringkas : Didalam Hadits dijelaskan, bahwa Rasulallah SAW bersiwak dengan kayu arok, dan memulainya dari pertengahan, lalu ke kanan kemudian ke kiri, demikian di ulangi sebanyak 3x. Sebelum dan sesudah bersiwak hendaklah di cuci kayu siwaknya. Siwak hendaklah disimpan posisi berdiri, jangan diletakan di tanah. • Masalah siwak Hukum bersiwak dengan jari tangan : boleh memakai jari tangan orang lain yang masih bersambung, dan yang jarinya kasar. Imam Ibnu Hajar mengatakan : boleh memakai jari tangannya sendiri dan jari tangan orang lain yang tidak menyambung yang keduanya kasar, berbeda dengan pendapat Imam Ramli yang tidak memperbolehkannya. ∞ Itulah ringkasan yang saya bisa tuliskan dari keutamaan sunnah Rasulallah SAW, kayu siwak. Dan begitu luas kemuliaan ALLAH dan keistimewaan yang ada didalam kayu siwak, begitu juga yang memakainya dan selalu menjaganya. Dan saya sendiri pernah bertemu dengan seseorang yang sholeh yang ketika itu kami ingin pergi melaksanakan sholat taraweh di masjid Ba’alawy (di kota Tarim Hadromut-Yaman) bersama-sama, dimana dipertengahan jalan saya melihat beliau menangis sedih dan kami menanyakan padanya, apakah gerangan Anda menangis..? beliau menjawab aku ketinggalan kemuliaan dan kebaikan aku ketinggalan pahala (sedang kami ketika itu belum tertinggal sholat taraweh), kami menanyakan tertinggal apa..? beliau menjawab aku tertinggal kayu siwak… Subhanallah. Mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat dan hikmah dan ilmu yang insya ALLAH kita bisa amalkan, dimana kita diminta untuk memuliakan ALLAH dan Nabi Muhammad SAW begitu juga sunnahnya, agar kita semua bisa mendapatkan kemuliaan dari ALLAH SWT..Amiiin. Bila ada yang salah mohon diberitahu yang benar, bila ada yang kurang mohon ditambahkan, dan terima kasih. اعداد الطالب الدعاء منكم : السيّد محمد الباقر بن علوي بن يحيى.

Tentang sulaturahmi

Silaturahmi Silaturahmi merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah. Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini. Demikian banyak dan mudahnya alat transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah semangat kaum muslimin bersilaturahmi. Bukankah silaturahmi merupakan satu kebutuhan yang dituntut fitrah manusia? Karena dapat menyempurnakan rasa cinta dan interaksi sosial antar umat manusia. Silaturahmi juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan serta ketinggian akhlak seseorang. Silaturahim termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan dan diseru oleh Islam. Diperingatkan untuk tidak memutuskannya. Allah Ta'ala telah menyeru hambanya berkaitan dengan menyambung tali silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya yang mulia. Allah Ta'ala memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara firmanNya, فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad 47:22-23). وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An Nisaa’ 4:1). Juga sabda Rasulullah Shallallahu'alahi Wasallam , مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ Artinya: “Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.” TAKHRIJ HADITS Hadits ini di riwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya, Kitabul Adab, bab Man Busitha Lahu Minar Rizqi Bi Shilatirrahim (10/429). Muslim dalam Shahihnya, Kitabul Birri Wal Shilah Wal Adab, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/330). Abu Daud dalam Sunannya, kitab Az Zakat, Bab Fi Shilaturrahmi no. 1693, dengan lafadz, مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.” At Tirmidzi dalam Jami’nya, no. 1865, Ibnu Majah dalam Sunannya no. 3663 dan Ahmad dalam Musnadnya sebanyak 10 riwayat. MAKNA KOSA KATA HADITS - الأَثَ bermakna ajal, karena dia ikuti kepada kehidupan dalam jejak-jejaknya, dan - بَسْطُ رِزْقِهِ bermakna dilapangkan dan diperbanyak, dikatakan pula bermakna berkah di dalamnya (yakni diberkahi rizkinya). FAIDAH HADITS Hadits yang agung ini memberikan salah satu gambaran tentang keutamaan silaturahmi. Yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan dilapangkan rizkinya. Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya, وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ Artinya: “Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raf: 34). Jawaban para ulama tentang masalah ini sangatlah banyak. Di antaranya, Pertama. Yang dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu tambahan berkah dalam umur. Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat baginya di akhirat, serta terjaga dari kesia-siaan. Kedua. Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat yang terdapat di Lauh Mahfudz dan semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis dalam Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun. Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim, maka akan mendapatkan tambahan 40 tahun, dan Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi padanya (apakah ia akan menyambung silaturahim ataukah tidak). Inilah makna firman Allah Ta'ala , يَمْحُو اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (QS Ar Ra’d:39). Demikian ini ditinjau dari ilmu Allah. Apa yang telah ditakdirkan, maka tidak akan ada tambahannya. Bahkan tambahan tersebut adalah mustahil. Sedangkan ditinjau dari ilmu makhluk, maka akan tergambar adanya perpanjangan (usia). Dan yang ketiga. Yang dimaksud, bahwa namanya tetap diingat dan dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati. Demikianlah yang diceritakan oleh Al Qadli, dan riwayat ini dha’if (lemah) atau bathil. Wallahu a’lam. [Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha (16/114)] Demikian pula Syaikhul Islam berkomentar tentang permasalahan ini dengan pernyataan beliau : Adapun firman Allah Ta'ala , وَمَايُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلاَيُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِ ….. Arinya: “Dan sekali-kali tidak diperpanjang umur seorang yang berumur panjang, dan tidak pula dikurangi umurnya…… ” (QS Fathir:11). Bermakna umur manusia tidak akan diperpanjang, dan tidak pula akan dikurangi. Adapun maksud diperpanjangan dan pengurangan disini, bermakna dua hal, yaitu : Pertama. Si fulan berumur panjang, sedangkan lainnya berumur pendek. Maka pengurangan umur di sini merupakan kekurangannya dibanding yang lainnya, sebagaimana orang yang panjang umurnya berumur panjang dan yang lain berumur pendek. Maka pengurangan umurnya menunjukkan dia lebih pendek dibandingkan yang pertama sebagaimana perpanjangan merupakan tambahan dibanding yang lainnya. Kedua. Bisa jadi makna kurang disini ialah kurang dari umur yang telah ditentukan, sebagaimana yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan dari umur yang telah ditentukan. Sebagaimana dalam Shahihain dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, beliau bersabda, مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturahim.” Sebagian orang berkata, yang dimaksud adalah barakah dalam umurnya dengan beramal dengan waktu yang singkat sesuatu yang diamalkan oleh orang lain dalam waktu yang lama. Mereka beralasan, karena rizki dan ajal telah ditakdirkan dan ditentukan. Maka dikatakan kepada mereka, bahwa barakah tadi bermakna tambahan dalam amal dan manfaat. Padahal hal tersebut juga telah ditakdirkan. Bahkan ketentuan tersebut meliputi semua hal. Jawaban yang benar ialah : Bahwa Allah telah menetapkan ajal hamba dalam catatan malaikat. Apabila ia menyambung silaturahim, maka akan ditambahkan pada apa yang tertulis dalam catatan malaikat tersebut. Jika ia melakukan amalan yang menyebabkan umurnya berkurang, maka akan dikurangkan dari apa yang telah tertulis tersebut. Pandangan ini berdasarkan apa yang ada dalam Sunan Tirmidzi dan lainnya dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam , beliau bersabda, أَنَّ آدم لَمَّا طَلَبَ مِنَ اللهِ أَنْ يُرَيَهُ صُوْرَةَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَتِهِ فَأَرَاهُ إِيَاهُمْ فَرَأَى فِيْهِمْ رَجُلاً لَهُ بَصِيْصٌ فَقَالَ مَنْ هَذَا يَا رَبِّ؟ فَقَالَ ابْنُكَ دَاوُد فَقَالَ فَكَمْ عُمْرُهُ؟ قَالََ أَرْبَعِوْنَ سَنَةً قَالَ وَكَمْ عُمْرِيْ ؟ قَالَ أَلْفُ سَنَةٍ قَالَ فَقَدْ وَهَبْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِي سِتِّينَ سَنَةً فَكَتَبَ عَلَيْهِ كِتَابٌ وَشَهِدَتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ فَلَمَّا حَضَرَتِ الْوَفَاةُ قَالَ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِي سِتُُّوْنَ سَنَةً قَالُوْا قَدْ وَهَبْتَهَا لإِبْنِكَ دَاوُدَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ فَأَخْرَجُوْا الْكِتَابَ قَالَ النَّبِيِّ : فنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهَُوَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ Artinya: “Sesungguhnya Adam ketika meminta kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya wajah-wajah para nabi dari keturunannya, maka Allah pun memperlihatkannya. Kemudian dia melihat seorang laki-laki yang memiliki cahaya. Adam bertanya,”Ya Rabbi, siapakah ini?” Allah menjawab,”Anakmu, Daud.” Lalu beliau bertanya lagi,”Berapa umurnya?” Dijawab,”Umurnya 40 tahun” , beliau bertanya lagi,”Berapa umur saya?” Dijawab,”Seribu tahun”, Adam berkata,”Saya berikan enam puluh tahun umur saya kepadanya.” Maka ditulis atasnya suatu kitab yang disaksikan oleh malaikat. Sehingga ketika akan meninggal dia berkata,”Umur saya masih tersisa enam puluh tahun.” Malaikat menjawab,”Kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Lalu Adam mengingkarinya dan dikeluarkanlah kitab tadi. Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda, “Adam telah lupa, maka anak keturunannya pun (punya sifat) lupa. Dan Adam telah mengingkari, maka anak keturunannya pun (punya sifat) mengingkari.” ” [Riwayat Tirmidzi dalam tafsir Surat Al A’raf dan dia berkata,”Hadits ini hasan gharib dari jalan ini (11/196). Berkata Al Arnauth dalam Jami’ul Ushul (2/141). Diriwayatkan oleh Al Hakim, dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz Dzahabi. Syeikh Al Albani menshahihkannya dalam Shahihul Jami' No. 5209] Dan telah diriwayatkan, bahwa umur Adam disempurnakan. Demikian juga umur Daud telah ditetapkan empat puluh tahun, kemudian ditambah*) enam puluh tahun. Inilah makna perkataan Umar,”Ya Allah jika Engkau telah menulis, bahwa saya termasuk orang yang sengsara, maka hapuslah dan tulis saya sebagai orang yang berbahagia, karena Engkau menghapus apa yang Engkau kehendaki dan menetapkan (apa yang Engkau kehendaki).” Allah telah mengetahui apa yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang belum terjadi, dan seandainya terjadi bagaimana cara terjadinya. Allah mengetahui apa yang telah ditulis bagi seorang hamba, dan apa yang akan ditambahkan kepadanya. Sedangkan para malaikat tidak mengetahui, kecuali apa yang telah Allah beritahukan kepada mereka. Allah mengetahui segala sesuatu sebelum dan sesudah terjadinya. Oleh karena itu para ulama mengatakan, bahwa penghapusan dan penetapan itu terjadi pada catatan malaikat. Adapun ilmu Allah, maka tidak akan berbeda dan tidak ada yang baru yang belum diketahuinya. Sehingga tidak ada penghapusan dan penetapan.[Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah (14/490)] [*) Barangkali yang benar adalah,“ditambah baginya” sebagai ganti dari “dijadikannya”, karena Adam as telah memberikan kepada Daud 60 tahun dari umurnya, sehingga umur Daud menjadi 100 tahun bukan 60 tahun] Berkata di tempat lain : Ajal itu ada dua. Ajal mutlak dan ajal muqayyad. Dengan ini maka jelas lah makna sabda Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam , مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ Artinya: “Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, maka sambunglah silaturrahim.” Karena Allah memerintahkan malaikat untuk menulis ajal seseorang, kemudian berfirman (yang artinya),“Apabila dia menyambungkan silaturahmi, maka tambah sekian dan sekian.” Dan malaikat tidak mengetahui, apakah akan ditambahkan ataukah tidak. Sedangkan Allah mengetahui apa yang akan terjadi. Sehingga apabila datang waktunya, maka tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan.[Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah (8/517)] Ibnu Hajar Rahimahullah menjawab permasalahan ini, ”Berkata Ibnu Tin, ‘Secara lahiriah, hadits ini bertentangan dengan firman Allah, وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ Artinya: “Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raf:34). Untuk mancari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, tambahan (umur) yang dimaksud yaitu kinayah dari usia yang diberi berkah, karena mendapat taufiq (kemudahan) menjalankan ketaatan, menyibukkan waktunya dengan hal yang bermanfaat di akhirat, serta menjaga waktunya dari kesia-siaan. Hal ini seperti sabda Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam , bahwa umur umat ini lebih pendek dibandingkan umur umat-umat yang terdahulu. Tetapi kemudian Allah menganugerahi lailatul qadar (malam qadar). Kesimpulannya, silaturahim dapat menjadi sebab mendapatkan taufiq (kemudahan) menjalankan ketaatan dan menjaga dari kemaksiatan. Sehingga namanya akan tetap dikenang. Seolah-olah seseorang itu tidak pernah mati. Dan di antara hal yang bisa mendatangkan taufiq, yaitu ilmu yang bermanfaat bagi orang setelahnya, shadaqah jariyah dan anak keturunan yang shalih. Kedua, tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Hal itu berkaitan dengan ilmu malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditunjukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta'ala . Umpamanya dikatakan kepada malaikat, umur si fulan 100 tahun jika ia menyambung silaturahmi, dan 60 tahun jika ia memutuskannya. Dalam ilmu Allah telah diketahui, bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturahim, maka yang ada dalam ilmu Allah tidak akan maju atau mundur, sedangkan yang ada dalam ilmu malaikat itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Demikianlah yang diisyaratkan oleh firman Allah, يَمْحُو اللهُ مَايَشآءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya-lah tedapat Ummul Kitab (Lauh Mahfudz).” (QS Ar Ra’d:39). Jadi, yang dimaksud dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu ialah yang ada dalam ilmu malaikat. Adapun yang ada di Lauh Mahfuzh itu, merupakan ilmu Allah yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al qadha al mubram (takdir atau putusan yang pasti). Sedangkan yang pertama (ilmu malaikat) disebut al qadha al mu’allaq (takdir atau putusan yang masih menggantung). Yang pertama tampak lebih cocok dengan lafadz hadits di atas. Karena al atsar ialah sesuatu yang mengikuti yang lain. Apabila diakhirkan, maka menjadi baik untuk membawanya kepada keharuman nama setelah meninggalnya. Ath Thibbi berkata, ”Jalan yang pertama lebih jelas…” [Fathul Bari, Kitabul Adab, bab Man Busitha Lahu Fir Rizqi Bi Shilatirrahim (10/429)] Berdasarkan nukilan ini, jelaslah, bahwa para ulama Rahimahumullah mempunyai tiga pendapat dalam menafsirkan penambahan umur. Pendapat pertama, barakah. Pendapat kedua, perpanjangan hakiki atau sesungguhnya. Pendapat ketiga, keharuman nama setelah meninggalnya. Akhirnya, inti yang wajib kita jadikan jalan keluar dari perselisihan makna memanjangkan umur baik bermakna hakikat ataupun majaz (kiasan), yaitu memperpanjang umur tersebut dengan menggunakan dan menghabiskannya untuk mendapatkan tambahan kebaikan. Adapun seseorang yang panjang umurnya tetapi jelek amalannya, maka ia termasuk sejelek-jelek orang, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dalam hadits Abu Bakrah Radhiyallahu'anhu. Keutamaan inipun dikuatkan dengan hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu'anhu dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, yang berbunyi, صِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ الْعُمُرَ Artinya: “Silaturahim bisa menambah umur.” [Dikeluarkan oleh Al Qadha’i dalam Musnad Asy Syihab dan dihasankan oleh Al Munawi dalam Faidhul Qadir (4/192) dan Al Albani menshahihkannya dalam Shahihul Jami' no. 3776] Keutamaan silaturahmi yang lainnya, dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam banyak hadits. Diantaranya ialah : Pertama. Silaturahmi merupakan salah satu tanda dan kewajiban iman. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam hadits Abu Hurairh, beliau bersabda, وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi). Kedua. Mendapatkan rahmat dan kebaikan dari Allah Ta'ala . Sebagaimana sabda beliau Shallallahu'alaihi Wasallam , خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ Artinya: “Allah menciptakan makhlukNya, ketika selesai menyempurnakannya, bangkitlah rahim dan berkata,”Ini tempat orang yang berlindung kepada Engkau dari pemutus rahim.” Allah menjawab, “Tidakkah engkau ridha, Aku sambung orang yang menyambungmu dan memutus orang yang memutusmu?” Dia menjawab,“Ya, wahai Rabb.”” (Mutafaqun ‘alaihi). Ibnu Abi Jamrah berkata,“Kata ‘Allah menyambung’, adalah ungkapan dari besarnya karunia kebaikan dari Allah kepadanya.” Sedangkan Imam Nawawi menyampaikan perkataan ulama dalam uraian beliau,“Para ulama berkata, ‘hakikat shilah adalah kasih-sayang dan rahmat. Sehingga, makna kata ‘Allah menyambung’ adalah ungkapan dari kasih-sayang dan rahmat Allah.” [Lihat syarah beliau atas Shahih Muslim 16/328-329] Ketiga. Silaturahmi adalah salah satu sebab penting masuk syurga dan dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu'alaihi Wasallam, Artinya: “Dari Abu Ayub Al Anshari, beliau berkata, seorang berkata,”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab,“Menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan bersilaturahmi.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah). Silaturahmi adalah ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta'ala, serta tanda takutnya seorang hamba kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS Arra’d 13:21). Demikianlah sebagian keutamaan silaturahim. Tentunya tidak seorangpun dari kita yang ingin melewatkan keutamaan ini. Apalagi bila melihat akibat buruk dan adzab pedih yang Allah Ta'ala siapkan bagi orang yang memutus tali silaturahim. Karenanya, orang-orang shalih dari pendahulu umat ini membiasakan diri menyambung silaturahim, walaupun sulit sarana komunikasi pada jaman mereka. Sedangkan pada zaman sekarang ini, dengan tercukupinya sarana transportasi dan komunikasi, semestinya membuat kita lebih aktif melakukan silaturahim. Kemudahan yang Allah Ta'ala berikan kepada kita tersebut, hendaknya dipergunakan untuk silaturahim. Mungkin salah seorang dari kita melakukan perjalanan ke negeri yang jauh untuk wisata, akan tetapi dia merasa berat untuk mengunjungi salah seorang kerabatnya yang masih satu kota dengannya -kalau tidak saya katakan satu daerah dengannya- padahal paling tidak hubungan tersebut dapat dilakukan dengan hanya mengucapkan salam. Apa beratnya mempergunakan telepon untuk menghubungi salah satu kerabat kita dan mengucapkan salam kepadanya? Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, بَلُوْا أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ Artinya: “Sambunglah keluargamu meskipun dengan salam.” [Riwayat Al Bazzar, Ath Thabrani dan Al Baihaqi. Berkata Al Munawi dalam Faidhul Qadir, “Berkata Al-Bukhari,’Semua jalannya dha’if, akan tetapi saling menguatkan (3/207)’.” Al Albani menghasankannya dalam Shahihul Jami' no. 2838] Mungkin ada yang mengatakan, di antara penyebab terputusnya silaturahmi ialah banyaknya kesibukan manusia pada hari ini dan keluasan wilayah. Tetapi orang yang memperhatikan keadaan semisal Abu Bakar dan Umar Al Faruq Radhiyallahu'anhuma . Pada masa pemerintahannya, meskipun banyak beban yang harus dipikul di pundak mereka dan belum lengkapnya sarana transformasi dan komunikasi modern, akan tetapi mereka tetap memiliki waktu untuk mengunjungi kerabatnya dan membantu tetangganya. Sedangkan diri kita sering mengunjugi dan bercengkrama dengan sahabat-sahabat, tetapi tidak pernah memasukkan ke dalam agenda kegiatan untuk berkunjung ke salah satu kerabat, meskipun satu kali dalam sebulan. Tampaknya sebab utama yang menghalangi kita bersilaturahim, karena buruknya pengaturan dan manajemen waktu. Atau karena kita kurang begitu mengerti besarnya dosa memutus silaturahim. Kemudian dengan kesibukan yang berlebihan dalam kehidupan dunia,. hingga kita mendapati seseorang bekerja pada pagi hari. Setelah itu menyibukkan diri dengan pekerjaan lain pada sisa harinya. Padahal sudah berkecukupan dalam hal rizki. Lantas, mengabaikan hak-hak keluarga, anak-anak, kedua orang tua dan kerabatnya. Maka sepatutnyalah engkau, wahai saudaraku muslim. Hendaklah bersemangat memanjangkan umurmu dengan bersilaturahim. Ketahuilah, barangsiapa yang menyambungnya, niscaya Allah Ta'ala akan berhubungan dengannya. Dan barangsiapa memutuskannya, maka Allah pun akan memutuskan hubungan dengannya. [Untuk tambahan, lihat kitab Al Adab Asy Syar’iyyah Wal Minah Al Mur’iyyah, oleh Ibnu Muflih, Juz 1 dan kitab Shilaturrahim Fadluha Ahkamuha Itsmu Qathi’iha, oleh Syaikh Muhammad Thabl dan Ibrahim Muhammad] Mudah-mudahan risalah ini dapat mendorong kita semua untuk bersilaturahmi. Penulis: Kholid Syamhudi, Lc.

Adab makan dan minum

Adab makan, minum menurut sunnah Rasulullah ISLAM agama yang mencakupi semua aspek kehidupan termasuk perkara membabitkan pemakanan. Tidak dapat dinafikan makanan dan minuman elemen penting dan berharga dalam kehidupan bagi memastikan manusia dapat hidup dengan sejahtera, menjalankan tugasan atau kegiatan hariannya dengan lancar dan memastikan seseorang itu tidak hilang semangat kerana kelaparan. Terdapat beberapa adab dan etika yang perlu dipatuhi untuk memastikan kesihatan tubuh badan terpelihara. Islam tidak menggalakkan umatnya makan sesuka hati, makan terlalu kenyang dan sebagainya. Tabiat pemakanan yang boleh diteladani ialah mengikut sunnah Rasulullah SAW. Jika dikaji, amalan pemakanan Baginda SAW amat bertepatan dengan ayat al-Quran yang bermaksud: “... makan dan minumlah, janganlah berlebih-lebihan...” (Surah al-A'raf, ayat 31). Ada beberapa panduan yang diajarkan Baginda SAW kepada umat Islam antaranya adalah seperti berikut: Rasulullah SAW menyuruh umatnya agar membaca Bismillah ketika hendak makan dan akhirinya dengan membaca Alhamdulillah. Hikmah membaca Bismillah dan Alhamdulillah bagi seorang Muslim adalah peringatan bahawa makanan yang hendak dimakan adalah nikmat, rezeki dan anugerah daripada Allah SWT. Rasulullah SAW hanya makan ketika benar-benar lapar dan berhenti sebelum perut berasa kenyang. Rasulullah SAW mengajar cara untuk makan dan minum iaitu sepertiga isi perut untuk makanan, sepertiga lain untuk minuman dan sepertiga akhir adalah untuk udara (nafas). Mengambil makanan dalam kuantiti banyak adalah amalan buruk kerana ia memberatkan organ dan sistem pencernaan sehingga menjadi lemah dan tidak mampu mencerna secara teratur. Cara Rasulullah SAW duduk ketika makan adalah seperti duduk tahiyat awal tetapi lutut kanan dinaikkan. Posisi ini bukan saja dapat memberi keselesaan pada perut, malah dapat menjaga keseimbangan ruang dalam perut agar terbahagi kepada tiga bahagian. 1/3 ruang untuk makanan, 1/3 bahagian untuk udara dan 1/3 lagi untuk air. Di samping itu, Nabi SAW tidak pernah makan dalam keadaan bersandar, seperti hadis yang diriwayatkan daripada Abu Juhaifah, bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku tidak akan makan dalam keadaan bersandar.” Antara sunnah Rasulullah SAW adalah makan menggunakan tangan kanan. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Jika salah seorang antara kalian hendak makan, maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” (Hadis riwayat Muslim). Baginda SAW memakan makanan dengan tiga jari dan selepas selesai makan, Baginda SAW menjilat ketiga jari tersebut sebelum membersihkannya. Hikmahnya, kandungan enzim yang ada pada tangan atau jari kita tadi akan lebih cepat bercampur dengan makanan dan seterusnya memudahkan proses pencernaan. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang daripada kamu sudah selesai makan, jangan dibersihkan jarinya sebelum dia menjilatnya”. (hadis riwayat Muslim) Perbuatan membasuh tangan dan berkumur sebelum dan selepas makan adalah amalan sunnah yang juga bertujuan untuk membersihkan gigi daripada sisa makanan dan bakteria. Ini bertepatan dengan sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Berkumur kalian selepas minum susu kerana di dalamnya mengandung lemak”. (hadis riwayat Ibnu Majah). Di samping itu, Rasulullah SAW gemar makan dalam dulang bersama-sama dengan sahabat Baginda. Ini secara langsung akan menciptakan kemesraan dan meningkatkan rasa sayang terhadap sesama kita. Malah, amalan makan satu dulang ini juga akan dapat mengelakkan pembaziran. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Berkumpullah kalian dalam menyantap makanan (bersama-sama), kerana dalam makan bersama itu akan memberikan barakah kepada kalian” (Hadis riwayat Abu Daud) Imam Abu Hamid al-Ghazali menyatakan antara etika makan ialah membicarakan hal yang baik dan menceritakan kisah orang yangsalih ketika makan. Menurut al-Hafidz dan Sheikhul Islam Ibn al-Qayyim ra, menyatakan Nabi SAW bercakap dan berbual ketika makan. Dalam kitabnya al-Zaad, “Ada kalanya Nabi SAW bertanya apakah menu pada hari ini dan memuji menu itu.” (Hadis riwayat Muslim). “Dan ada kala Nabi SAW mengajar adab dan susila makan kepada kaum keluarganya, ada ketika Nabi SAW sentiasa menggalakkan tetamu beliau supaya menambah lauk pauk dan minuman.” (Hadis riwayat al-Bukhari). Ketika makan jangan terlalu banyak bercakap (melampau batas) atau bercakap dengan makanan penuh dalam mulut. Jangan juga bercakap mengenai hal yang boleh menimbulkan rasa jijik atau loya. Rasulullah SAW juga ada memberi panduan mengenai cara minum antaranya jangan minum berdiri, jangan meniup air yang panas, jangan minum daripada bekas air yang besar, jangan bernafas ketika sedang minum dan minum seteguk diselang seli dengan bernafas. Apabila kita minum daripada bekas yang besar, lumrahnya kita akan meneguk air dan dalam proses minum itu, kita tentu akan bernafas dan menghembuskan nafas dari hidung kita. Apabila kita hembus, kita akan mengeluarkan CO2 iaitu Karbon Dioksida yang apabila bercampur dengan air (H20) dan akan menjadi H2CO3 iaitu sama dengan cuka yang menyebabkan minuman itu menjadi asid. Justeru, amalan pemakanan yang dipamerkan Rasulullah SAW seharusnya diikuti dan dicontohi oleh semua peringkat umur demi kesihatan yang mantap dan kelangsungan hidup yang bermutu. Mudah-mudahan kita termasuk dalam golongan orang yang memahami dan memanfaati nikmat kesihatan yang tidak ternilai ini.

Sunah masuk wc

Sunnah-Sunnah Masuk Keluar WC dengan Takhrij Hadits LENGKAP Barakallahu fikum, semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada antum sekalian, berikut ini adalah sunnah-sunnah ketika keluar masuk WC/Kamar mandi yang diawali dengan nash bahasa arabnya kemudian dilanjutkan dengan terjemahannya (yang ditandai dengan blok kotak) beserta takhrij haditsnya dan tambahan lafazh aslinya dari kitab induknya (yang berada diluar blok kotak). Sunnah-Sunnah yang berkaitan dengan Masuk dan Keluar WC/ Kamar Mandi 1. Masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan Tidak ada dalil yang khusus dari Rasulullah Shallallahuálahi wassalam mengenai keharusan mendahulukan kaki kanan dan mengakhirkan kaki kiri. Syaikh Al-Albani mengemukakan pendapatnya di kitab Irwaul Ghalil 1/132, "Sedangkan masuk kamar mandi maka aku tidak mengetahui dalil khususnya sekarang ini, mungkin itu bias diambil dari qiyas terhadap "hadits keluar dari masjid", Allahu A'lam". Namun dalam hal ini landasan dalilnya adalah secara qiyasi yang diambil dari keumuman tiga hadist berikut: Hadits pertama  yaitu: حَدّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدّثَنِي عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: «كَانَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيُمْنَى لِطُهُورِهِ وَطَعَامِهِ، وَكَانَتْ يَدُهُ الْيُسْرَى لِخَلاَئِهِ، وَمَا كَانَ مِنْ أَذًى» Abu Dawud berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Taubah ar-Rabi'bin Nafi', (Dia – Abu Taubah ar-Rabi'bin Nafi' berkata), 'Telah mengabarkan kepadaku Isa bin Yunus, dari Abu Arubah dari Abu Ma'syarin (nama kunyah dari Ziyad bin Kulaib), Dari Ibrahim dari Aisyah radhiallahuánha', dia (Aisyah) berkata: "Tangan kanan Rasulullah Shallallahuálaihi wassalam adalah dipergunakan untuk bersuci dan memakan makanan, sedangkan tangan kirinya digunakan untuk beristinja/cebok dan membersihkan kotoran."  Hadits Shohih   (HR. HR. Abu Dawud no. 33 dan Ahmad VI/265 no. 26283. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Irwaul Ghalil I/131) Imam al-Mudziri berkata, "Ibrahim (bin Yazid bin Qais) tidak mendengar dari Aisyah maka jalur periwayatannya adalah terputus, dan hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Aswad (bin Yazid bin Qais) dari Aisyah dengan makna yang sama dan dikeluarkan pula dalam kitab Al-Libas dari hadits Masruq dari Aisyah. Dan dengan jalur yang sama juga dikeluarkan oleh Imam al-Bukhori, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah"' (Lihat Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abu Dawud I/55 cet. Darus Salam Lin Nashr wa Tauzi' th. 1430 H) Hadits kedua  yaitu: حَدّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: حَدّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الأَشْعَثِ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: «كَانَ النّبِيّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يُحِـّبُ الـّتَـيَمّـُنَ مَا اسْتَطَاعَ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ، فِي طُهُورِهِ وَتَرَجّـُلِهِ وَتَنَعّـُلِهِ» (Imam al-Bukhori berkata (dia)), "Telah mengabarkan kepada kami Sulaiman bin Harb, dia (Sulaiman bin Harb) berkata, 'Telah mengabarkan kepada kami Syu'bah (bin al-Hajjaj bin al-Warad) dari al-Asy'Ats bin Sulaim dari Bapaknya (Sulaim bin Aswad dari Masyruq (bin al-Ajda') dari Aisyah radhiallahu'anha, dia (Aisyah radhiallahu'anha) berkata, "Nabi Shollallahu'alaihi wassalam suka mendahulukan yang kanan dalam setiap perbuatannya, seperti dalam bersuci, menaiki kendaraan, dan memakai sandal. " Hadits Shohih   (HR. Al-Bukhori no. 426. Dalam lafazh yang lainnya no. 5380 ada tambahan : فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ "Di setiap urusannya."  Hadits Shohih   (Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim di Shohihnya no. 268 (67), Abu Dawud no. 4140, at-Tirmidzi no. 608, an-Nasa'i no. 421, Ibnu Majah no. 401) (فائدة) : قال الشيخ تقى الدين (يعنى ابن دقيق العيد) : " هذا الحديث عام مخصوص لأن دخول الخلاء والخروج من المسجد ونحوهما يبدأ فيهما باليسار " نقله الحافظ فى " الفتح " (1/216) وأقره. Faidah  – Asy-Syaikh Taqiyuddin (yaitu Imam Ibnu Daqiqil 'Ied) berkata: "hadits ini adalah hadits yang umum namun dapat dikhususkan karena masuk kamar mandi dan keluar dari masjid atau yang semisal keduanya dilakukan dengan kaki kiri. 'Al-Hafizh juga menukilkan pendapat tersebut di kitabnya Fathul Bari 1/216 dan beliau mengakuinya. (Lihat Irwau-ul Ghalil 1/131) Hadits ketiga  yaitu: حَدّثَنَا أَبُو حَفْصٍ عُمَرُ بْنُ جَعْفَرٍ الْمُفِيدُ الْبَصْرِيّ، ثنا أَبُو خَلِيفَةَ الْقَاضِي، ثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ الطّيَالِسِـُيّ، ثنا شَدّادٌ أَبُو طَلْحَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ قُرّةَ، يُحَدِّثُ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنّهُ كَانَ، يَقُولُ: «مِنَ السّـُنّـَةِ إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُمْنَى، وَإِذَا خَرَجْتَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُسْرَى» (Imam Al-Hakim berkata), "Telah mengabarkan kepada kami Abu Hafsh Umar bin Jafar al-Mufid al-Bashry, (Abu Hafsh berkata) 'Telah mengabarkan kepada kami Abu Khalifah al-Qadhy, (Abu Khalifah berkata), 'Telah mengabarkan kepada kami Abu Walid ath-Thayalisi, (Abu Walid berkata), 'Telah mengabarkan kepada kami Syadad Abu Tholhah, (Abu Tholhah berkata), 'Aku telah mendengar Mu'awiyah bin Qurrah mengabarkan dari Anas bin Malik radhiallahuanhu, bahwa beliau mengatakan "Termasuk amalan sunnah apabila engkau hendak masuk masjid maka mulailah dengan kaki kanan dan apabila meninggalkan masjid maka mulailah dengan kaki kiri"  Hadits Shohih   (HR. Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak I/218 no. 791 dan al-Baihaqy II/442 – hadits Shohih telah disepakati oleh Imam adz-Dzahabi, Dishohihkan pula oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ahaadits ash-Shohihah no. 2478) 2. Doa ketika masuk kamar mandi a. Membaca BISMILLAH sebelum masuk kamar mandi, dalilnya adalah: حَدّثَنَا مُحَمّدُ بْنُ حُمَيْدٍ الرّازِيّ قَالَ: حَدّثَنَا الحَكَمُ بْنُ بَشِيرِ بْنِ سَلْمَانَ قَالَ: حَدّثَنَا خَلّادٌ الصّفَّارُ، عَنْ الحَكَمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ النّصْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ: " سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ: إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الخَلَاءَ، أَنْ يَقُولَ: بِسْمِ اللَّهِ " (Imam at-Tirmidzi berkata), "Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Humaid ar-Razi, Dia (– Muhammad bin Humaid ar-Razi) berkata, 'Telah mengabarkan kepada kami al-Hakam bin Basyir bin Salman, Dia(- al-Hakam) berkata, 'Telah menceritakan kepada kami Khallaad as-Shoffaar (bin Isa) dari Al-Hakam bin Abdullah an-Nashriy dari Abu Ishaq dari Abu Juhaifah dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu'anhu, Bahwa Rasulullah Shallallahu'alahi wassalam bersabda: "Penghalang antara pandangan mata jin dan aurat Bani Adam adalah ketika ada seorang diantara mereka yang masuk kamar mandi maka hendaknya mengucapkan : "BISMILLAH"   Hadits Shohih   (HR. at-Tirmidzi no. 606 dan Ibnu Majah no. 297, Hadits ini Shohih sebagaimana dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaul Gholil no. 50) Imam at-Tirmidzi berkata: «هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلّا مِنْ هَذَا الوَجْهِ، وَإِسْنَادُهُ لَيْسَ بِذَاكَ القَوِيِّ، وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَشْيَاءُ فِي هَذَا» "Ini adalah hadits gharib yang tidak kami ketahui kecuali dari jalur ini dan sanadnya juga tidak kuat. Telah diriwayatkan dari Shahabat Anas bin Malik radhiallah'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihi wassalam beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini." Syaikh Albani berkata dalam Irwaul Ghalil hadits no. 50: "Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa sahahabat yaitu Ali bin Abi Tholib, Anas, Abu Sa'id al-Khudri, Ibnu Mas'ud dan Muawiyah bin Haidah. Dan di akhir pembahasan hadits ini Syaikh Al-Albani mengatakn dengan berbagai jalan yang telah disebutkan ini maka hadits ini menjadi shohih walaupun ada perawi-perawi yang dhoif ." Hadits ini tidak ada di dalam Musnad Imam Ahmad sebagaimana yang dipaparkan oleh Imam As-Suyuthi dimana beliau menyandarkan hadits ini ada di Musnad Imam Ahmad." b. Membaca Doa Masuk Kamar Mandi / WC : حَدّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَبْدِ العَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا، يَقُولُ: كَانَ النّبِيّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ إِذَا دَخَلَ الخَلاَءَ قَالَ: «الَلّهُـّمَ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الخُبُثِ وَالخَبَائِثِ» (Imam al-Bukhori berkata) "Telah menceritakan kepada kami Adam (bin Abu Iyas), Dia (Adam) berkata: 'Telah menceritakan kepada kami Syu'bah (bin Al-Hajjaj bin Al-Warad) dari Abdul Aziz bin Shuhaib, dia (Abdul Aziz bin Shuhaib) berkata: "Aku pernah mendengar Anas (radhiallahu'anhu) berkata, "Rasulullah Shallallahu'alaihi wassalam apabila hendak masuk kamar mandi maka beliau berdoa: "Allahumma inni A'udzubika minal Hubutsi wal Khobaits" (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan laki-laki dan setan perempuan). (Muttafaqun 'Alaihi -disepakati Imam al-Bukhori dan Muslim)   Hadits Shohih   (HR. Al-Bukhori no 142 dan Muslim no. 375 (122) ) Diriwayat pula oleh Muslim lafazhnya memakai lafazh Al-Khubsi – الْخُبْثِ Sedangkan riwayat dari Imam al-Bukhori dan lainnya memakai kata الْخُبُثِ huruf "BA" di dhomahkan bukan disukunkan, sehingga boleh keduanya dipakai. (Lihat Syarah Shohih Muslim oleh Imam an-Nawawi IV/71) 3. Doa ketika keluar kamar mandi Berdasarkan hadits: حَدّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ النّاقِدُ، حَدّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، حَدّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الغَائِطِ قَالَ: «غُفْرَانَكَ» (Imam Abu Dawud berkata), "Telah menceritakan kepada kami Amr bin Muhammad An-Naqidh, dia (Amr bin Muhammad an-Naqidh) berkata, 'Telah mengabarkan kepada kami Hasyim bin al-Qasim, dia (Hasyim bin al-Qasim) berkata, 'Telah menceritakan kepada kami Israil (bin Yunus bin Abi Ishaq) dari Yusuf bin Abu Burdah dari Bapaknya, (Abu Burdah berkata) telah menceritakan kepadaku Aisyah radhiallahuánha, Bahwa Rasulullah Shallallahuálaihi wassalam apabila keluar dari kamar mandi/WC beliau mengucapkan: "GUFRONAKA" (Aku memohon ampunan-Mu). (Hadits dikeluarkan oleh Empat Imam Penulis Sunan kecuali an-Nasa-i)   Hadits Shohih   (HR. Abu Dawud no. 30, at-Tirmidzi no. 7, Ibnu Majah no. 300, Al-Hakim 1/158, al-Bukhori dalam Adabul Mufrod no. 693, Ahmad 6/155, Hadits ini shohih sebagaimana dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitabnya Irwaul Ghalil no. 52) Meminta ampun dengan menyebutkan GUFRONAKA mempunyai dua kemungkinan makna. Makna yang pertama adalah bahwa Rasulullah Shallalallahuálahi wassalam memohon ampun dari meninggalkan dzikir kepada Allah pada saat di dalam kamar mandi/wc. Kedua yaitu bahwa Nabi Shallallahuálaihi wassalam memohon ampunan ketika merasa lemah untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat dan kemudahan dalam mendapatkan makanan dan mendapatkan manfaat dari yang dimakan dan keluarnya sisa-sisa pencernaan dengan mudah maka sebagai kompensasi dari kelemahan untuk bersyukur itu adalah dengan permohonan ampunan. (Lihat Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abu Dawud 1/33-34 cet. Darul Kutub al-Ilmiyyah) Kejadian manusia masuk kamar mandi dalam sehari semalam merupakan kebiasaan yang terjadi berulang kali dan setiap kali keluar masuk dari kamar mandi dengan menerapkan sunnah-sunnah tersebut maka ia telah melaksanakan dua sunnah Rasul Shallallahuálaihi wassalam ketika masuk (mendahulukan kaki kiri dan berdoa ketika masuk) dan dua sunnah Rasul Shallallahuálaihi wassalam ketika keluar (mendahulukan kaki kanan dan berdoa ketika keluar). Makna dari ُاَلْـخُبُثُ وَ الْـخَبَائِث adalah syaitan dari jenis laki-laki dan perempuan. Berlindunglah kepada Allah dari kejahatan mereka karena sesungguhnya kamar mandi adalah tempat tinggal mereka.